BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pembangunan
Daerah merupakan suatu proses di mana pemerintah daerah dan
masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola
kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu
lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan
ekonomi) dalam wilayah tersebut.
Masalah
pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap
kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang
bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya
manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara local (daerah).
Oleh
karena itu, dalam makalah ini
kami akan membahas tentang Pembangunan
Daerah mengenai:
B Tujuan
Untuk memberikan informasi tentang
Pembangunan Daerah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PEMBANGUNAN DAERAH
Pembangunan Daerah
Adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.
Masalah
pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap
kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang
bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya
manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara local (daerah). Orientasi ini
bertujuan untuk menciptakan
kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi. Pembangunan ekonomi
daerah adalah suatu proses. Yaitu proses yang mencakup untuk pembentukan
institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan
kapasitas tenaga kerja untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik,
identifikasi pasar-pasar ilmu pengetahuan, dan
pengembangan perusahaan-perusahaan baru.
Setiap
upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan
jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah, dalam upaya untuk
mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara
bersarna-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu pemerintah
daerah beserta partisipasi masyarakatnya
dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang
ada harus mampu menaksir potensi sumberdaya-sumberdaya yang diperlukan untuk
merancang dan membangunan perekonomian daerah.
B.
TEORI
PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH
Saat
ini tidak ada suatu teori pun yang mampu untuk menjelaskan pembangunan
ekonomi daerah secara komprehensif. Namun ada beberapa teori yang
secara parsial yang bisa
membantu kita untuk memahami arti penting pembangunan ekonomi daerah. Inti dari teori-teori
tersebut berkisar pada dua hal, yaitu pembahasan yang berkisar tentang metoda
dalam menganalisis perekonomian suatu daerah clan teori-teori yang membahas
tentang faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah
tertentu.
Pengembangan
metoda yang menganalisis perekonomian
suatu daerah penting sekali kegunaannya untuk mengumpulkan data tentang perekonomian
daerah serta proses pertumbuhannya, yang kemudian dapat dipakai
sebagai pedoman untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang harus diambil untuk mempercepat laju
pertumbuhan yang ada.
Namun
di pihak lain harus diakui, menganalisis perekonomian suatu daerah sangat sulit karena:
1.
Data
tentang daerah sangat terbatas terutama
kalau daerah dibedakan berdasarkan
pengertian daerah nodal. Dengan data yang sangat terbatas sangat sukar untuk
menggunakan metoda yang telah dikembangkan dalam memberikan gambaran mengenai
perekonomian suatu daerah.
2.
Data
yang tersedia umumnya tidak sesuai dengan data yang dibutuhkan untuk
analisis daerah, karena data yang terkumpul biasanya ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan analisis perekonomian secara nasional.
3.
Data
tentang perekonomian daerah sangat sukar dikumpulkan,
sebab perekonomian daerah lebih terbuka dibandingkan dengan perekonomian
nasional. Hal tersebut menyebabkan data tentang aliran-aliran yang masuk dan
keluar dari suatu daerah sukar diperoleh.
4.
Bagi NSB, di samping
kekurangan data sebagai kenyataan yang umum, data yang ada yang terbatas itu
pun banyak yang sulit untuk dipercaya,
sehingga menimbulkan kesulitan untuk melakukan analisis yang memadai tentang keadaan
perekonomian suatu daerah.
a.
Teori
Ekonomi Neo Klasik
Peranan
teori ekonomi ini tidak
terlalu besar dalam menganalisis pembangunan daerah (regional) karena teori ini
tidak memiliki dimensi spasial yang signifikan. Namun demikian, teori ini
memberikan 2 konsep pokok yaitu keseimbangan (equilibrium) dan mobilitas faktor
produksi. Artinya, sistem perekonomian akan
mencapai keseimbangan alamiahnya jika modal bisa mengalir tanpa restriksi(pembatasan).
Oleh karena itu, modal akan mengalir dari daerah yang berupah tinggi menuju ke
daerah yang berupah rendah.
b.
Teori
Basis Ekonomi (Economic Base Theory)
Teori
basis ekonomi ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi
suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa
dari luar daerah.
Strategi
pembangunan daerah yang muncul yang didasarkan pada teori ini adalah penekanan
terhadap arti penting bantuan (aid) kepada dunia usaha yang mempunyai pasar
secara nasional maupun internasional.
Kelemahan
model ini adalah bahwa model ini didasarkan pada permintaan eksternal bukan
internal. Pada akhirnya akan menyebabkan ketergantungan yang sangat tinggi
terhadap kekuatan-kekuatan pasar secara nasional maupun global. Namun demikian,
model ini sangat berguna untuk menentukan keseimbangan antara jenis-jenis
industri dan sektor yang dibutuhkan masyarakat untuk mengembangkan stabilitas
ekonomi.
c.
Teori
Lokasi
Pengertian
teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan
ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang
potensial, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap keberadaan
berbagai macam usaha atau kegiatan lain baik ekonomi maupun social.
Keterbatasan
dari teori lokasi ini pada saat sekarang adalah bahwa teknologi dan komunikasi
modern telah mengubah signifikansi suatu lokasi tertentu dalam kegiatan produksi dan
distribusi barang.
d.
Teori
Tempat Sentral
Menurut
teori ini, suatu lokasi pusat aktivitas yang melayani berbagai kebutuhan
penduduk yang terletak pada suatu tempat yang disebutnya sebagai central
places dan untuk wilayah sekelilingnya dengan membentuk hierarki. Tempat sentral tersebut
merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya.
Teori
tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah, baik di
daerah perkotaan maupun di pedesaan. Misalnya, perlunya melakukan pembedaan
fungsi antara daerah-daerah yang bertetangga (berbatasan). Beberapa daerah bisa
menjadi wilayah penyedia jasa sedangkan lainnya hanya sebagai daerah pemukiman.
e.
Teori
Kausasi Kumulatif
Gunnar Myrdal dalam salah satu tulisannya, Economic Theory and Underdeveloped Regions
(1957). Mengungkapkan sebuah konsep proses
kausasi kumulatif. Dalam konsepnya tersebut , Mydral menjelaskan tentang
sebab-sebab dari bertambah memburuknya perbedaan dalam tingkat pembangunan di
berbagai daerah dalam suatu negara.
Jika teori Neo Klasik berkeyakinan bahwa dalam jangka
panjang, mekanisme pasar akan menciptakan suatu keseimbangan dalam pembangunan
di daerah. Namun, Myrdal tidak sependapat dengan hal itu, dia berkeyakinan
bahwa dalam proses pembangunan terdapat faktor-faktor yang akan memperburuk
perbedaam tingkat pembangunan di berbagai daerah.
f.
Model
Daya Tarik (Attraction)
Teori
daya tarik industri adalah model
pembangunan ekonomi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi
yang mendasarinya adalah bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi
pasarnya terhadap industrialis melalui
pemberian subsidi dan insentif.
C.
PARADIGMA
BARU TEORI PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH
Teori
pembangunan yang ada sekarang ini tidak
mampu untuk menjelaskan kegiatan-kegiatan pembangunan ekonomi daerah secara tuntas dan
komprehensif. Oleh karena itu, suatu pendekatan alternatif terhadap teori
pernbangunan dirumuskan di sini untuk kepentingan perencanaan pembangunan
ekonomi daerah.
Pendekatan ini merupakan
sintesis dari
konsep-konsep yang telah ada. Pendekatan ini memberikan dasar bagi kerangka dan
rencana tindakan yang akan diambil dalam konteks pembangunan ekonomi daerah.
Pendekatan
ini dapat disajikan pada Tabel 12.1 berikut ini:
Tabel
12,1
Paradigma Baru Teori Pembangunan
Ekonomi Daerah
KOMPONEN
|
KONSEP LAMA
|
KONSEP BARU
|
Kesempatan kerja
|
Semakin banyak perusahaan, semakin banyak peluang kerja
|
Perusahaan harus mengembangkan pekerjaan yang sesuai
dengan kondisi penduduk
|
Basis pembangunan
|
Pengembangan sector ekonomi
|
Pengembangan lembaga ekonomi
|
Aset asset lokasi
|
Keunggulan komparatif didasarkan pada asset fisik
|
Keunggulan kompetitive didasarkan pada kualitas
lingkungan
|
Sumber daya pengetahuan
|
Ketersediaan angkatan kerja
|
Pengetahuan sebagai pembangkit ekonomi
|
D.
PERENCANAAN
PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH
Perencanaan
pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki
penggunaan setiap sumberdaya publik yang
tersedia di daerah tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam
menciptakan nilai sumberdaya swasta secara bertanggungjawab.
Pembangunan
ekonomi yang efisien membutuhkan secara seimbang perencanaan
yang teliti mengenai penggunaan sumberdaya publik dan sektor swasta-petani,
pengusaha kecil, koperasi, pengusaha besar, organisasi-organisasi sosial-harus
mempunyai peran dalam proses perencanaan. Melalui perencanaan pembangunan
ekonomi daerah, suatu daerah dilihat secara keseluruhan sebagai suatu unit
ekonomi (economic entity) yang di
dalamnya terdapat berbagai unsur yang berinteraksi satu sama lain.
Setelah para ahli, terutama para ekonom,
menyadari bahwa mekanisme pasar tak akan mampu menciptakan penyesuaian dengan
cepat kalau terjadi perubahan, serta tidak mampu menciptakan laju pembangunan
yang cepat terutama di NSB, mereka mulai
sadar bahwa campur tangan pemerintah tetap diperlukan, apabila ingin mencapai
proses pembangunan yanq lebih cepat Pentingnya campur tangan pemerintah,
terutama dalam pembangunan daerah, dimaksudkan untuk mencegah akihat-akibat
buruk dari mekanisme pasar terhadap pemakmuran daerah serta menjaga agar
pembangunan dan hasil-hasilnya dapat dinikmati berbagai daerah yang ada. Tentu
timbul pertanyaan: sampai sejauh mana campur tangan tersebut?
Keadaan sosial ekonomi yang berbeda dari
setiap daerah akan membawa implikasi bahwa cakupan campur tangan pemerintah
untuk tiap daerah berbeda pula. Perbedaan tingkat pembangunan antar daerah,
mengakibatkan perbedaan tingkat kesejahteraan antar daerah, dan kalau hal ini
dibiarkan dapat menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan bagi suatu negara.
Gagasanini timbul setelah melihat kenyataan bahwa, kalau perkembangan ekonomi
diserahkan pada kekuatan mekanisme pasar, biasanya cenderung untuk
memperbesar dan bukannya memperkecil
ketidak merataan antardaerah, karena kegiatan ekonomi akan menumpuk di
tempat-tempat dan daerah tertentu, sedangkan tempat-tempat atau daerah lainnya
akan semakin ketinggalan. Memusatnya ekspansi ekonomi di suatu daerah
disebabkan berbagai hal, misalnya kondisi dansituasi alamiah yang ada, letak
georafis, dan sebagainya. Ekspansi ekonomi daerah akan mernpunyai pengaruh yang
merugikan bagi daerah-daerah lain, karena tenaga kerja yang ada, modal,
perdagangan akan pindah ke daerah yang melakukan ekspansi tersebut khususnya
migrasi tenaga kerja, biasanya bersifat selektif, akibatnya migrasiitu sendiri
pun cenderung untuk menguntungkan daerah-daerah yang sedang mengalami ekspansi,
ekonorni tersebut dan merugikan daerah-daerah lain.
Di daerah-daerah yang sedang berkembang,
permintaan barang/jasa akan mendorong naiknya investasi, yang pada gilirannya
akan meningkatkan pendapatan. Sebaliknya di daerah-daerah yang kurang
berkembang, permintaan akan investasi rendah
karena pendapatan rnasyarakat yang rendah Sernua perubahan untuk
daerah-daerah yang dirugikan yang timbui karena adanya ekspansi ekonomi dad
suatu daerah disebut backwash effectoleh Myrdal (1957).
Keuntungan bagi daerah--daerah di sekitar di
mana ekspansi ekonomi terjadi; misalnya
terjualnya hasil produksi daerah, adanya kesempatan
kerja baru, dan sebagainya. Pengaruh yang menguntungkan karena adanya ekspansi
ekonomi suatu daerah ke daerah sekitarnya dinamakan spread effects.
Andaikata
spread effect sini lebih besar dibandingkan dengan backwash effects tentu tidak menjadi masalah.
Namun kenyataannya di daerah-daerah
miskin, spread effectyang terjadi jauh lebih kecil daripada back wash effects yang dialami sehingga secara
keseluruhan ekspansi ekonomi daerah kaya akan memperlambat pembangunan daerah
miskin. Akibatnya tentu dapat diduga bahwa jurang kesejahteraan antara kedua
daerah tersebut akan semakin melebar.
Sesuai dengan pendapat Myrdal di atas,
Hirschman (1958) juga mengemukakan bahwa jika suatu daerah mengalami perkembangan,
maka perkembangan itu akan membawa pengaruh atau imbas ke daerah lain. Menurut
Hirschman, daerah di suatu negara dapat dibedakan menjadi daerah kaya dan
miskin. Jika perbedaan antara kedua daerah tersebut semakin menyempit berarti
terjadi imbas yang baik (trickling down
effects).Sedangkan jika perbedaan antara kedua daerah tersebut semakin jauh
berarti terjadi proses pengkutuban (polarization
effects).
Memperhatikan pendapat di atas, dapat
dikatakan bahwa kalau proses perekonomian diserahkan kepada mekanisme pasar
akan membawa akibat-akibat yang kurang menguntungkan baik bagi daerah-daerah
terbelakang maupun daerah-daerah maju dan pada akhirnya justru dapat mengganggu
kestabilan ekonomi negara secara keseluruhan.
Akibat-akibat
yang kurang menguntungkan bagi daerah-daerah miskirn adalah:
1.
Daerah-daerah miskin tersebut akan mengalami kesulitan dalam membangun
sektor industrinya dan dalam memperluas kesempatan kerja Penduduk akan berkembang lebih cepat,
sehingga pendapatan per kapita penduduk akan sernakin rendah dan kemudian akan
diikuti dengan semakin banyaknya pengangguran.
2.
Daerah-daerah miskin tersebut akan sulit merubah struktur ekonominya
yang tradisional, sehingga senantiasa akan bias ke arah pertanian. sedang untuk membangun sektar
industry dihadapi banyak kesulitan, seperti kurangnya pengusaha yang kreatif
clan kurangnya tenaga terampil.
3.
Karena sempitnya kesempatan kerja di daerah miskin tersebut maka akan terjadi perpindahan tenaga
kerja ke daerah maju, terutama tenaga kerja yang masih muda, yang berjiwa
dinamis, clan yang mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga yang tetap
tinggal di daerah miskin hanya tenaga kerja yang produktivitasnya rendah.
Di pihak lain, daerah-daerah maju pada
mulanya memang akan menikmati banyak keuntungan dari ekspansi ekonominya, namun
pada akhirnya akan mengalami kesulitan-kesulitan juga antara lain:
1.
Karena daerah tersebut harus menampung penduduk dari daerah-daerah miskin, lama kelamaan daerah
kaya tersebut akan menjadi terlalu padat (congesteo, yang memaksa pemerintah
setempat untuk memperbesar pengeluaran untuk menciptakan sarana publik yang
dibutuhkan masyarakat
2.
Daerah-daerah ini akan menghadapi masalah-masalah sosial sebagai akibat
dari perkembangannya, seperti masalah polusi, kerawanan keamanan, dan
sebagainya.
Bagi negara secara keseluruhan, perbedaan
tingkat perkembangan daerah akan mengakibatkan perbedaan tingkat kemakmuran
dalam masyarakat. Keadaan seperti itu dapat menimbulkan rasa ketidakpuasan
antar daerah, yang tidak jarang akan mengarah pada ketidak stabilan politik
bagi negara. Ketidak stabilan politik akan sangat merugikan terutama dalam
jangka panjang. Oleh karena itu pemerintah perlu mengambil kebijaksanaan
tertentu yang dapat mendorong pembangunan daerah-daerah miskin.
Berkenaan campur tangan pemerintah (baca:
perencanaan) untuk mendorong perkembangan daerah-daerah miskin sampai pada
saat ini masih ada dua pendapat yang
saling bertentangan, dalam arti ada yang setuju dan ada yang menentang. Alasan
dari kelompok yang kurang setuju atau
menolak campur tangan pemerintah terhadap pembangunan daerah adalah :
1.
Kelompok ini masih tetap percaya bahwa mekanisme pasar akan mampu
menciptakan perkembangan yang harmonis antar daerah
2.
Campur tangan pemerintah justru akan mempengaruhi efisiensi ekonomi
apabila ditinjau secara keruangan clan kewilayahan. Sebab dengan usaha
membangun daerah terbelakang akan mengorbankan potensi pembangunan yang lebih
besar yang justru banyak terdapat di daerah maju. Untuk membangun daerah
terbelakang pemerintah harus membelanjakan uang yang jumlahnya cukup banyak
untuk membiayai pembangunan prasarana di daerah Tindakan seperti itu merupakan
penghamburan dana pembangunan dan sekaligus menghambat pembangunan, karena
sebenarnya dengan dana tersebutdapat dilakukan pembangunan yang iebih baik jika
dana itu digunakanuntuk membangun daerah-daerah yang sudah maju yang sudah
didukung oleh tersedianya sarana dan prasarana yang lebih baik dan lebih banyak
sehingga dana yang ada tidak digunakan secara efisien dan optimal.
3.
Tindakan seperti itu dianggap seperti "membantu yang gagal dan
menghukum yang sukses" Artinya supaya pengusaha-pengusaha mau mendirikan
usahanya di daerah terbelakang, pemerintah harus memberikan banyak bantuan dan
fasilitas, mengingat daya tarik daerah yang masih rendah, tingkat keuntungan
yang masih rendah dan harus membiayai pembangunan berbagai prasarana yang
dibutuhkan. Dana yang dipakai tersebut sebetulnya akan dapat memberikan hasil
yang lebih banyak, jika dana itu diberikan kepada daerah-daerah maju.
Di pihak lain kelompok yang setuju dengan campur tangan
pemerintah dalam pembangunan daerah mengemukakan pendapat-pendapat yang
rnendukung gagasan mereka, yakni:
1.
Bila perekonomian dikendalikan oleh mekanisme pasar, akan timbul keadaan
yang menghambat perkembangan ekonomi di daerah yangterbelakang dengan akibat,
keseluruhan wilayah negara tidak berkembangsecara harmonis.
2.
Dalam mekanisme pasar keputusan tentang lokasi kegiatan ekonomi lebih
banyak didasarkan pada metode coba-coba (trial and error). Pengusaha tidak
selalu mengetahui keadaan pasar yang sebenarnya, sehingga tidak semua keputusan
yang diambil merupakan keputusan yang tepat dan efisien. Secara teoritis
akhirnya akan dapat diambil keputusan yangtepat akan tetapi membutuhkan waktu
yang cukup lama. Dengan kata lainmekanisme pasar belum tentu pada akhirnya
menciptakan efisiensi yang yang optimal dalam menentukan kegiatan ekonomi.
3.
Campur tangan pemerintah sangat dibutuhkan oleh daerah-daerah yang baru
berkembang, mengingat efisiensi kegiatan ekonomi rnasih rendah, sehingga kurang
sanggup bersaing dengan daerah-daerah yang sudah maju. Namun sifatnya
sementara, jika daerah tersebut sudah dapat berkembang clan bekerja secara
efisien, diharapkan akan mengembangkan diri
dengan baik tanpa bantuan dari pemerintah.
4.
Menghemat pengeluaran pemerintah untuk pembangunan daerah di masa yang
akan datang. Proses pembangunan yang sedang berjalan di suatu daerah sebagai
akibat adanya campur tangan pemerintah, akan mendorong pembangunan daerah
sekitar. Dengan demikian mendorong adanya ekspansi kegiatan ekonomi pada
berbagai daerah pada waktu yang bersamaan. Tindakan seperti itu di samping
membantu pembangunan daerah yang terbelakang,
sekaligus dapat menghindari permasalahan yang dihadapi oleh daerah-daerah yang
sudah maju.
5.
Mengingat tujuan pembangunan bukan hanya semata mata bersifat ekonomi, tetapi juga bersifat sosial
politik. Jika kegiatan ekonomi hanya
berpusat pada satu daerah, akan membawa masalah yang cukup rumit. Daerah yang bersangkutan akan mengalami kesesakan
yang dapat menimbulkan banyak masalah, terutama masalah sosial. Untuk
menanggulangi masalah tersebut pemerintah harus mengeluarkan biaya yang cukup
besar. Permasalahan di atas akan dapat diatasi
jika proses pembangunan tidak terpusat hanya pada satu daerah, melainkan
tersebar ke seluruh daerah. Pembangunan daerah yang miskin dapat mengurangi
kecepatan perkembangan di daerah-daerah maju, dengan akibat dapat mengurangi
masalah-masalah sosial yang akan dihadapi di kemudian hari. Pernbangunan daerah di samping dapat
mempertahankan dan melestarikan kebudayaan daerah, di pihak lain karena
penduduk tidak lari ke daerah-daerah lain, mereka dapat mengembangkan
kebudayaan yang ada.
Berdasarkan uraian
di atas, dapat diambil kesimpulanbahwa campur tangan pemerintah (perencanaan)
untuk pembangunan daerah-daerah mempunyai manfaat yang sangat tinggi, di
samping mencegah jurang kemakmuran antar daerah, melestarikan kebudayaan
setempat, dapat juga menghindarkan perasaan tidak puas masyarakat. Kalau
masyarakat sudah tenteram, dapat membantu terciptanya kestabilan dalam
masyarakat terutama kestabilan politik, padahal kestabilan dalam masyarakat
merupakan syarat mutlak jika suatu negara hendak mengadakan pembangunan negara
secara mantap.
a.
Implikasi
Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah
Ada
3 implikasi pokok dari perencanaan pembangunan ekonomi daerah:
1. perencanaan
pembangunan ekonomi daerah yang
realistik memerlukan pemahaman tentang hubungan antara daerah dengan
lingkungan nasional di mana daerah tersebut merupakan bagian darinya,
keterkaitan secara mendasar antara keduanya, dan konsekuensi akhir dari
interaksi tersebut.
2. sesuatu
yang tampaknya baik secara nasional belum tentu baik untuk daerah, dan sebaliknya
yang baik bagi daerah belum tentu baik secara nasional.
3. perangkat
kelembagaan yang tersedia untuk pembangunan daerah--misalnya, administrasi,
proses pengambilan keputusan, otoritas-biasanya sangat berbeda pada tingkat
daerah dengan yang tersedia pada tingkat pusat. Selain itu, derajat
pengendalian kebijakan sangat berbeda pada dua tingkat tersebut Oleh karena
itu, perencanaan daerah yang efektif harus bisa membedakan apa yang seyogyanya
dilakukan dan apa yangdapat dilakukan, dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya
pembangunan sebaik mungkin yang benar-benar dapat dicapai, dan mengambil
manfaat dari informasi yang lengkap yang tersedia pada tingkat daerah karena
kedekatan para perencananya dengan obyek perencanaan.
b.
Tahap-tahap
Perencanaan Pembangunan Daerah
Menurut
Blakely (1989) ada 6 tahap dalam proses perencanaan pembangunan ekonomi daerah
seperti yang disajikan pada Bagan 12.2 berikut ini:
Tabel 12.2
Tahapan danTugas dalam
Proses Perencanaan PembangunanDaerah
TAHAP
|
TUGAS
|
1
|
PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA
·
Penentuan
basis ekonomi
·
Analisis
struktur tenaga kerja
·
Evaluasi
peluang dan kendala pembangunan
|
2
|
PEMILIHAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH
·
Penentuan
tujuan dan kriteria
·
Penentuan
kemungkinan tindakan
·
Penyusunan strategi
|
3
|
PEMILIHAN PROYEK PROYEK PEMBANGUNAN
·
Identifikasi
proyek
·
Penilaian
viabilitas proyek
|
4
|
PEMBUATAN RENCANA TINDAKAN
·
Prapenilaian
hasil proyek
·
Pengembangan
input proyek
·
Penentuan
alternatif sumber pembiayaan
·
Identifikasi
struktur proyek
|
5
|
PENENTUAN RINCIAN PROYEK
·
Pelaksanaan
studi kelayakan secara rinci
·
Penyiapan
rencana usaha (business plan)
·
Pengembangan,
monitoring, dan pengevaluasian progam
|
6
|
PERSIAPAN
PERENCANAAN SECARA KESELURUHAN DAN IMPLEMENTASI
·
Penyiapan
skedul implementasi rencana proyek
·
Penyusunan
progam pembangunan secara keseluruhan
·
Targeting
dan marketing aset-aset masyarakat
·
Pemasaran
kebutuhan keuangan
|
Sementara itu, Bendavid-Val (1991) menyajikan
suatu model tahap-tahap perencanaan yang sedikit agak berbeda dengan skema di atas Seperti ditunjukkan pada Gambar 12.1
terdapat 3 hal yang menarik :
1.
Pengumpulan dan analisis data bukan merupakan suatutahap dalam proses
perencanaan secara keseliirrihan, tetapi secara terus menerus berfungsi
mendukung dar rrenyediakan informasi pada setiap tahap perencanaan.
2.
Semua tahap riaiam proses perencanaan merupakan bagian dari siklus di
mana tujuan-tujuan secara periodik ditinjau kembali, sasaran-sasaran dirumuskan
kembali, dan seterusnya .
3.
Suatu rencana yang sudah disosialisasikan bukanlah merupakan akhir dari suatu proses, tetapi
sesuatu yang dihasilkan dari waktu ke waktu untuk kepentingan-kepentingan
praktis
Sistem Informasi Perencanaan (Pengumpulan dan Analisis
Data) seyogyanya mencakup 5 bidang utama:
1.
Evaluasi siklus perencanaan sebelumnya.
2.
Kinerja dari proyek-proyek pembangunan sebelumnya yang dilakukan di
daerah tersebut dan daerah-daerah sejenis lainnya.
3.
Penaksiran sumberdaya-sumberdaya pembangunan di luar daerah, tetapi
tersedia dan potensial untuk tersedia (dana publik atau swasta yang dapat diinvestasikan pada
bidang yang diinginkan oleh pembangunan ekonomi daerah, bakat-bakat khusus atau
kapabilitas individual clan lembaga-lembaga yang dapat ditarik, clan sebagainya).
4.
Karakteristik clan dinamika kondisi daerah, khusunya data perekonomian,
infrastruktur, karakteristik fisik dan sosial, sumberdaya, dan institusi, dan
sebagainya.
5.
Keterkaitan antara kondisi daerah dengan daerah-daerah lainnya
c.
Sumberdaya Perencanaan untuk Pembangunan
Daerah
Hasil dari suatu
pertumbuhan ekonomi pekerjaan yang mempunyai
lebih banyak clan lebih baik (misalnya peningkatan kekayaan
clan pendapatan, dan sebagainya)
akan memperbaiki tingkat kehidupan masyarakat. Meskipun demikian, harus disadari bahwa
pembangunan ekonomi
adalah suatu proses, suatu proses di
mana suatu masyarakat menciptakan suatu lingkungan(fisik /
peraturan-peraturan / attitudinal) yang
mempengaruhi hasil-hasil pembangunan ekonomi
seperti kenaikan kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi. Dalam menciptakan
lingkungan yang sehat, pemerintah daerah menggunakan sumberdaya-sumberdaya
pembangunan yang utama.
·
Lingkungan Fisik sebagai Sumberdaya
Perencanaan
Pemerintah
daerah biasanya memperhatikan masalah lingkungan fisik(infrastruktur fisik) yang tentu saja penting
bagi dunia usaha dan industri. Sektor
swasta biasanya memiliki keinginan-keinginan, baik yang bersifat khusus maupun
umum dan persyaratan-persyaratan tertentu untuk lingkungan fisik.
Kebutuhan
khusus biasanya mencakup jasa angkutan khusus atau jasa pembuangan limbah. pemerintah daerah dapat menyediakan jasa atau
fasilitas khusus untuk memenuhi keinginan dunia usaha atau industry.
Salah
satu faktor yang mempengaruhi keputusan lokasi dari investasi sektor
swasta adalah daya tarik (attraction)
atau amenity dari suatu daerah atau
suatu kota. Bentuk dari daya tarik atau
amenity ini sering disebut kualitas hidup. Dunia industri atau
bisnis menganggap “livability” sebagai suatu faktor
lokasional yang penting dan
pemerintah daerah merupakan “aktor” yang berperan dalam memperbaiki
kualitas hidup di daerahnya.
1
Perumusan
tujuan
|
7
Evaluasi
|
Pengumpulan
dan analisis data
|
2
Perumusan
sasaran
|
3
Identifikasi
pilihan
|
4
Comparative
Assesment
|
5
Implementasi
perencanaan
|
6
implementasi
|
Publish
plan
|
Gambar 12.1
Skema Perencanaan Model Ideal
·
Lingkungan Regulasi sebagal Sumberdaya
Perencanaan
Kita semua memahami bahwa insentif dan
kebijakan-kebijakan keuangan merupakan input penting bagi proses pembangunan
ekonomi. Banyak pemerintah daerah sekarang yang dengan sungguh mengkaji-ulang
sistem regulasinya untuk menunjukkan bahwa "biaya untuk melakukan kegiatan usaha" di daerah mereka
mencerminkan keinginan mereka untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dengan
kata lain, untuk menarik dan mengembangkan dunia usaha di daerahnya perlu
penyederhanaan sistem regulasi. Misalnya, beberapa kota di negara maju
belakangan ini telah menciptakan pusat pelayanan bisnis terpadu ("one stop").
·
Lingkungan Attitudinal sebagai Sumberdaya
Perencanaan
Keputusan yang diambil sektor swasta mengenai
ekpansi investasi atau relokasi tidak hanya didasarkan pada data kasar. Dalam
kenyataannya, keputusan akhir akan sangat dipengaruhi juga oleh semacam "feeling" atau “judgment"
investor mengenai reaksi masyarakat daerah calon lokasi , investasi. Dunia
usaha sering kali tidak akan memilih suatu daerah tertentu karena penduduknya
dikenal, misalnya bersikap "anti bisnis".
d.
Peran Pemerintah dalam Pembangunan Daerah
Tahap
pertama perencanaan bagi setiap organisasi yang tertarik dalam pembangunan
ekonomi daerah adalah menentukan peran
(role) yang akan dilakukan dalam proses pembangunan. Ada
4 peran yang dapat diambil oleh pemerintah daerah dalam proses pembangunan
ekonomi daerah, yaitu sebagai entrepreneur, koordinator, fasilitator, dan
stimulator.
Dengan
Perannya sebagai entrepreneur, pemerintah daerah bertanggungjawab untuk
menjalankan
suatu usaha bisnis. Pemerintah daerah bisa mengembangkan suatu usaha sendiri
(BUMD). Aset-aset pemerintah daerah harus dapat dikelola dengan lebih baik
sehingga secara ekonomis menguntungkan.
1.
Entrepreneur
Pemerintah daerah bertanggungjawab untuk menjalankan suatu usaha bisnis seperti BUMD yang harus dikelola lebih baik sehingga secara ekonomis menguntungkan.
Pemerintah daerah bertanggungjawab untuk menjalankan suatu usaha bisnis seperti BUMD yang harus dikelola lebih baik sehingga secara ekonomis menguntungkan.
2. Koordinator
Untuk menetapkan kebijakan atau mengusulkan strategi-strategi bagi pembangunan didaerahnya. Dalam perannya sebagian koordinator, pemerintah daerah bisa juga melibatkan lembaga-lembaga pemerintah lainnya, dunia usaha dan masyarakat dalam penyusunan sasaran-sasaran konsistensi pembangunan daerah dengan nasional (pusat) dan menjamin bahwa perekonomian daerah akan mendapatkan manfaat yang maksimum daripadanya.
Untuk menetapkan kebijakan atau mengusulkan strategi-strategi bagi pembangunan didaerahnya. Dalam perannya sebagian koordinator, pemerintah daerah bisa juga melibatkan lembaga-lembaga pemerintah lainnya, dunia usaha dan masyarakat dalam penyusunan sasaran-sasaran konsistensi pembangunan daerah dengan nasional (pusat) dan menjamin bahwa perekonomian daerah akan mendapatkan manfaat yang maksimum daripadanya.
3. Fasilitator
Pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan lingkungan didaerahnya, hal ini akan mempercepat proses pembangunan dan prosedur perencanaan serta pengaturan penetapan daerah (zoning) yang lebih baik.
Pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan lingkungan didaerahnya, hal ini akan mempercepat proses pembangunan dan prosedur perencanaan serta pengaturan penetapan daerah (zoning) yang lebih baik.
4. Stimulator
Pemerintah daerah dapat menstumulasi penciptaan dan pengembangan usaha melalui tindakan-tindakan khusus yang akan mempengaruhi perusahaan-perusahaan untuk masuk ke daerah tersebut dan menjaga agar perusahaan yang telah ada tetap berada di daerah tersebut.
Pemerintah daerah dapat menstumulasi penciptaan dan pengembangan usaha melalui tindakan-tindakan khusus yang akan mempengaruhi perusahaan-perusahaan untuk masuk ke daerah tersebut dan menjaga agar perusahaan yang telah ada tetap berada di daerah tersebut.
e.
Informasi yang Dibutuhkan dalam Perencanaan
Pembangunan Ekonomi Daerah
·
Data Kependudukan
Data
kependudukan yang diperlukan dalam perencanaan
pernbangunan daerah adalah struktur penduduk (hierarchy of age grouping) yang dikaitkan dengan tingkat pengerjaan
(employment), umur, pendapatan, dan
distribusi penduduk menurut pekerjaan selama kurang lebih 10 tahun yang
terakhir, dan rasio
ketergantungan (burden
of dependency ratio).
Tujuan
analisis kependudukan ini adalah untuk menentukan karakteristik penduduk pada
suatu daerah karena karakteristik penduduk tersebut berkaitan dengan vitalitas
masyarakat dan untuk menaksir target penduduk untuk kegiatan ekonomi yag
diinginkan.
·
Kondisi Pasar Tenaga Kerja
Data yang berkenan dengan kondisi pasar
tenaga kerja antara lain: informasi tentang distribusi pengerjaan menurut jenis
kelamin pada setiap industri, informasi tentang pengangguran clan setengah
pengangguran setiap sektor industri paling selama 5 tahun terakhir. Pola
pengerjaan dalam suatu masyarakat akan menunjukkan apakah sumberdaya manusia
tersediaatau dibutuhkan untuk pembangunan ekonomi clan berapa jumlah angkatan
kerja yang membutuhkan bantuan.
·
Karakteristik Ekonomi
Data ekonomi yang diperlukan antara lain:
basis ekonomi suatu daerah, perubahannya, clan responsnya terhadap perubahan
keadaan ekonomi baru; selain kondisi ekonomi masa lalu clan sekarang,
faktor-faktor yang mempengaruhi vitalitas ekonomi juga perlu untuk dikaji.
Pemahaman yang baik terhadap struktur ekonomi merupakan tahap yang esensial
dalam merancang program pembangunan ekonomi jangka panjang.
·
Kondisi Fisik/Lokasional
Data yang diperlukan untuk kondisi fisik ini
meliputi kajian tentang kondisi clan bentuk fisik dari suatu daerah yang
berhubungan dengan basis ekonominya, termasuk penilaian tentang sumberdaya fisikal
(pertanian, pertambangan, dan sebagainya), ketersediaan lahan untuk kawasan industri,
jaringan transportasi dan komunikasi, persediaan perumahan, dan juga aset yang
dapat digunakan untuk daerah tujuan wisata. Pendokumentasian terhadap aset-aset
lokasional dan "liabilities"
membantu kita dalam mengidentifikasi keunggulan
ekonomi daerah dan kelemahannya.
·
Layanan Jasa bagi Masyarakat
Data tentang jasa-jasa pelayanan sosial,
pendidikan, rekreasi, clan budaya yang tersedia bagi masyarakat juga
diperlukan. Jasa-jasa pelayanan tersebut akan menambah daya tarik daerah
sebagai tempat untuk hidup dan bekerja.
E.
UKURAN-UKURAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAN
KETERKAITAN
Ukuran-ukuran keterkaitan ekonomi (economic linkage) pada dasarnya
menggambarkan hubungan antara perekonomian daerah dengan lingkungan sekitarnya.
Berikut ini dijelaskan secara singkat beberapa teknik yang dapat digunakan
untuk untuk memperbandingkan perekonornian daerah.
·
Analisis Shift Share
Analisis
shift share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis
perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional.
Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja
perekonomian daerah dengan mernbandingkannya dengan daerah yang lebih besar
(regional atau nasional). Analisis ini memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang
yang berhubungan satu sama lain yaitu:
1.
Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis
perubahan pengerjaan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan
acuan.
2.
Pergeseran proporsional (proportional
shift) mengukur perubahan relatif, pertumbuhan atau penurunan, pada daerah
dibandingkan dengan perekonomian yang lebih besar yang dijadikan acuan.
Pengukuran ini memberitahu kita apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada industri-industri yang tumbuh lebih cepat ketimbang perekonomian yang
dijadikan acuan.
3.
Pergeseran diferensial (differential
shift) membantu kita dalarn menenentukan seberapa jauh daya saing industri
daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan acuan. Oleh karena itu, jika
pergeseran diierensial dari suatu industri adalah positif, maka industri
tersebut lebih tinggi daya saingnya ketimbang industri yang sama pada perekonomian yang dijadikan acuan.
Analisis shift share dapat disajikan sebagai berikut:
Perubahan employment pada industri daerah = pertumbuhan ekonomi +
pergeseran proporsi + pergeseran diferensial
Keterangan:
Pertumbuhan ekonomi = pertumbuhan employment secara nasional
Pergeseran
proposional = rasio pertumbuhan employment sector
tertentu – rasio pertumbuhan
employment nasional. Jika hasilnya positif berarti sektor tersebut tumbuh lebih cepat disbanding
dengan perekonomian nasional, demikian pula sebaliknya.
Pergeseran
diferensial = rasio pertumbuhan employment daerah – rasio pertumbuhan employment sektor tertentu. Jika hasilnya
positif berarti daerah mempunyai daya saing yang kuat.
·
Location Quotients
Location
quotient' ini merupakan suatu
teknik yang digunakan untuk memperluas analisis shift share. Teknik ini
membantu kita untuk menentukan kapasitas ekspor perekonornian daerah dan
derajat self-sufficiency suatu sektor.
Dalam teknik ini kegiatan ekonomi suatu
daerah dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
a.
kegiatan industri yang melayani pasar di daerah itu senditi maupun di
luar daerah yang bersangkutan. Industri seperti ini dinamakan industry basic.
b. Kegiatan ekonomi atau industri yang rnelayani
pasardi daerah tersebut, jenis ini dinamakan industry non basic atau industri
lokal.
Dasar
pemikiran teknik ini adalah teori economic base yang intinya adalah: karena
industry basic menghasilkan barang-barang dan jasa untuk pasar di daerah maupun
di luar daerah yang bersangkutan, maka penjualan keluar daerah akan
menghasilkan pendapatan bagi daerah tersebut. Terjadinya arus pendapatan dari
luar daerah ini menyebabkan terjadinya kenaikan konsumsi dan investasi di
daerah tersebut, dan pada gilirannya akan menaikkan pendapatan dan menciptakan
kesempatan kerja baru. Peningkatan pendapatan tersebut tidak hanya menaikkan
permintaan terhadap industry basic, tetapi juga menaikkan permintaan akan
industry non basic (lokal) . Kenaikan permintaan ini akan mendorong
kenaikan investasi pada industri yang bersang¬kutan sehingga investasi modal
dalam sektor industri lokal merupakan investasi yang didorong (induced) sebagai
akibat dari kenaikan industry basic.
Oleh
karena itu, industri basic-lah yang patut dikembangkan di suatu daerah. Tugas
pertama yang harus kita lakukan adalah menggolongkan setiap industri apakah termasuk industry
basic atau non basic. Untuk keperluan ini dipakai Location Quotient(LQ), yaitu usaha mengukur
konsentrasi dari suatu kegiatan (industri) dalam suatu daerah dengan cara
membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah itu dengan peranan kegiatan
atau industri sejenis dalam perekonomian regional atau nasional.
Kriteria
penggolongan dapat bermacam-macam sesuai dengan keperluan Misalnya dapat
dilihat dari aspek kesempatan kerja, maka ukuran dasar yang dipakai adaiat; jumlah tenaga kerja
yang diserap Jika dilihat dari usaha menaikkan pendapatan daerah; maka ukuran
dasar yang dipakai adalah besarnya kenaikan yang diciptakan di daerah. Misalkan
pendapatan (nilai tambah) industritekstil daerah A sebesar Rp10 juta, sedangkan
pendapatan total daerah tersebut sebesar Rp250 juta, maka industri tekstil
tersebut mempunyai peranan relatif (relative importance) sebesar 10/250 x 100%
= 4%. Jika pendapatan industri tekstil di seluruh negara sebesar Rp100 juta,
sedangkan pendapatan total negara adalah Rp500 juta, maka peranan relatif
industri tekstil adalah 100/5.000 x 100% = 2%.
Dari
penjelasan di atas maka LQdapat juga dihitung dengan cara lain yaitu dengan
membandingkan pendapatan yang berasal dari industritekstil di daerah dengan
pendapatan dari seluruh industri tekstil yang ada dalam suatu negara yaitu 10
juta/100 juta x 100% = 10% kemudian dibagi dengan perbandingan pendapatan
selnruhnya di daerah A dengan pendapatan total negara yaitu Rp250 jutalRp5.000
juta x 100% = 5%. Dari hasil perbandingan tersebut dapat diketahui berapa LQ industri tekstil di
daerah A yaitu M/5 = 2. Rumus menghitung LQ adalah :
LQ = υt/Vt χ υt/Vt
V/Vt
υt/Vt
υ :
pendapatan dari industri di suatu daerah
υt :
pendapatan total daerah tersebut
Vi : pendapatan
dari industri sejenis secara regional nasional
Vt : pendapatan
regional/nasional
Asumsi teknik ini adalah: pertama, semua
penduduk di setiap daerah mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola
permintaan pada tingkat nasional (pola pengeluaran secara geografis sama),
produktivitas tenaga kerja sama, dan setiap industri menghasilkan barang yang
homogen pada setiap sektor.
Bagaimana menginterpretasikan angka LQ?
Andaikata penduduk suatu daerah dapat memenuhi kebutuhannya akan suatu barang
dengan hasil industri sendiri, berarti peranan relatif industri yang
bersangkutan dalam daerah adalah sama
dengan peranan relatif industri sejenis dalam perekonomian nasional. Berarti
juga bahwa LO di daerah industri A adalah 1(satu). KalauLQ lebih besar dari 1
(satu) berarti daerah tersebut dapat "mengekspor" hasil industri
tekstil ke daerah lain. Misalkan LO 1,5 atau 3/2, artinya 1/3 hasil industri
dapat "diekspor", sedang 2/3 dikonsumsi daerah yang bersangkutan.
Penggunaan LQ sangat sederhana, serta dapat
dipakaiuntuk menganalisis tentang "ekspor-impor" (perdagangan) suatu
daerah. Namun teknik ini mempunyai kelemahan, yaitu:
a.
Selera atau pola konsumsi dari anggota masyarakat adaiah berlainan baik
antardaerah maupun dalam suatu daerah.
b.
Tingkat konsumsi rata-rata untuk suatu jenis barang, untuk setiap daerah
berbeda, artinya konsumsi rata-rata bahan pakaian daerah A lebih besar dari
1(satu) tetapi daerah A "mengimpor" bahan pakaian, sedang daerah B yang LQ industri bahan
pakaian lebih kecil dari 1 (satu) namun dapat "mengekspor" bahan
pakaian.
c.
Bahan keperluan industri berbeda antardaerah. Artinya daerah A memakai
benang tenun dari kapas, sedang daerah B febih banyak memakai bahan tenun
sintetis. Walaupun industri pemintalan kapas daerah A mempunyai LQ lebih besar dari 1 (satu), daerah itu
mungkin harus mengimpor bahan tenundari daerah B yang mungkin industri tekstil
di daerah B mempunyai LO kurang dari 1(satu).
·
Angka Pengganda Pendapatan
Angka penggganda pendapatan (k) adalah suatu
perkiraan tentang potensi kenaikan pendapatan dari suatu kegiatan ekonomi yang
baru di dalam masyarakat .
Cara menghitungnya adalah sebagai berikut :
K = _________1____________
1 – ( MPCI * PSY )
Keterangan:
MPCI = proporsi pendapatan "daerah"
yang dibelanjakan di daerah
PSY = bagian dari pengeluaran "daerah
" yang menghasilakan pendapatan bagi "daerah". Dengan kata lain,
sebagian clan pengeluaran keluar dari daerahh tersebut karena mungkin kantor
pusat dari perusahaan yang ada di daerah tersebut berada di tempat lain atau
karena pola pengeluaran "daerah".
Contoh:
Penciptaan suatu usaha bnru akin dapat menirgkatkankegiatan
ekonomi Misalkan kita menganggap bahwa MPCI aiialah 0,35 artinya 35 persen dari pendapatan "daerah"
dibelanjakan di daerah tersebut. Kemudian
PSY sebesar 0,45 artinya 45 persen dari pengeluaran "daerah"
tetap merupakan pendapatan "daerah" tersebut Maka angka penaganda
pendapatan (k) adalah sebagai berikut :
______1__________ = _______1________ = ____ _1______ = 1,18
1 – ( MPCI * PSY ) 1 – ( 0,35 * 0,45 ) 1 – 0,15
Artinya, peningkatan kegiatan ekonomi sebesar
Rpl juta hanya memberikan kenaikan upah sebesar Rp180.000.
·
Angka Pengganda Pengerjaan
Angka pengganda pengerjaan ini dimaksudkan
untuk mengukur pengaruh suatu kegiatan ekonomi baru terhadap penciptaan jumlah
pekerjaan.
Rumus untuk menghitung angka pengganda
pengerjaan ini adalah sebagai berikut:
Angka Pengganda Pekerjaan = ____Pengerjaan Total_____
Pengerjaan Sektor Ekspor
Untuk menghitung
angka pengganda ini, kita misalkan daerah Loh Jinawi menambah sebuah pabrik baru
yang akan menciptakan lapangan kerja di sektor industri manufaktur. Kemudian
perekonomian Loh Jinawi kita bagi menjadi 2 sektor dengan komposisi sebagai
berikut:
Sektor LQ-1990
Employment 1990
Manufaktur 4 1500
Perdagangan 2 1832
Langkah berikutnya adalah menentukan porsi dari
setiap sektor yang melayani pasar ekspor. Rumusnya : (1 -1/LQ)100
Hasilnya diperoleh bahwa tenaga kerja
industri manufaktur yang rnelayani pasar ekspor adalah sebesar 75 persen. Ini
berarti sebanyak 1125 pekerja di industri manufaktur melayani pasar ekspor.
Untuk sektor perdagangan, dengan rumus yanga
sama, diperoleh bahwa tenaga kerja yang
melayani ekspor sebanyak 50 persen (916 pekerja).
Akhirnya diperoleh jumlah tenaga kerja secara
totalyang melayani pasar ekspor yakni sebanyak 2041 orang.
Kemudian dengan menggunakan rumus pengganda
pengerjaan diperoleh:
Angka Pengganda Pengerjaan = _ 3332
= 1,63
2041
Artinya, untuk setiap 100 iapangan kerja di
industri manufaktur, akan menciptakan 63 lapangan pekerjaan di luar industry
manufaktur
·
Analisis Input-Output
Input-output (I-0) adalah satu teknik
pengukuran ekonomi daerah (regional). Teknik ini, yang dikenalkan oleh Vassily Leontief (1951), biasanya
digunakan untuk melihat keterkaitan (linkages) antara industri dalam upaya
untuk mernahami kompleksitas perekonomian serta kondisi yang diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan antara penawaran dan permintaan. Teknik ini sering
juga dikenai sebagai analisis antar industri (inter industry analysis).
Pengunaan analisis
I-O ini sering kali harus menggunakan komputer secara luas. Apa lagi jika
derajat disagregat perekonomian daerah sangat kompleks (banyak). 1-0 mampu
mengidentifikasi interaksi atau aliran (flow)
rupiah antara berbagai segmen dalam perekonomian daerah. I-0 menunjukkan potret
perekonomian suatu daerah yang menyajikan transaksi imbal-balik antara berbagai
sektor dalam perekonomian Pada Tabel
12.3 disajikan sebuah matriks data sektoral yang rnenunjukkan aliran antar
sektor secara hipotetis.
Transformasi
matematis sederhana bisa dilakukan pada matriks aliran-aliran (lihat Tabel 12.3)
untuk mendapat angka pengganda (multiplier)
untuk setiap sektor. Dengan menggunakan angka-angka pengganda tersebut kita
dapat rnemperkirakan output dari kesempatan kerja – pendapatan rumah tangga
berdasarkan dengan beberapa asumsi
|
SEKTOR PENGOLAHAN
|
|
|
OUTPUT
|
A
B C
D
|
PERMINTAAN AKHIR
|
TOTAL OUTPUT
|
INPUT
SEKTOR A SEKTOR B SEKTOR C SEKTOR D |
202 182
10 12
32 68 2 6
47 35
991 334
86 59
565 561
|
335
339
137
1762
|
741
467
2779
2033
|
INPUT
PRIMER |
374 123
1211 2100
|
3181
|
6989
|
TOTAL
INPUT |
741 467
2779 2033
|
|
|
Tabel 12.3
Tabel Transaksi Input-Output Hipotetis (dalam juta rupiah)
·
Ratio Penduduk-Pengerjaan (RPP)
Salah satu cara yang terbaik untuk mengetahui
kemampuan setiap sektor dalam perekonomian dalam menangkap peluang kesempatan kerja
adalah dengan cara menentukan proporsi lapangan kerja yang dihasilkan untuk
penduduk suatu daerah per sektor. Analisis ini sering disebut dengan rasio
penduduk pengerjaan (population employment
ratio).
Rumus untuk menghitung rasio tersebut adalah
sebagai berikut:
Ratio Penduduk – Pengerjaan = _Jumlah Penduduk Suatu
Kota/Daerah_
Jumlah Pekerja Secara Sektoral
|
Contoh:
Jika penduduk daerah Loh Jinawi berjumlah =
400.000 orang dan yang bekerja di sektor
industri manufaktur sebanyak 8.000 orang, sementara penduduk daerah Gemah Ripah
500.000 orang dan yang bekerja di sektorindustri manufaktur sebanyak 20.000
orang, maka
RPP Loh Jinawi = 400.00018.000 = 50
RPP Gemah Ripah = 500.000/20.000 = 25
Angka RPP di atas menunjukkan bahwa pada
setiap daerah jumlah masyarakat yang dilayani oleh pekerja di sektor tertentu
berbeda-beda.
F.
KAPASITAS PENGEMBANGAN EKONOMI MASYARAKAT
Informasi tentang
kondisi perekonomian tidak cukup sebagai indikator kemampuan masyarakat dalam
pembangunan ekonomi. Oleh karena, analisis tentang profil kelembagaan
masyarakat juga perlu ditambahkan.
Untuk menilai
kapasitas suatu masyarakat dalam suatu daerah dalam upaya untuk pembangunan
sosial ekonomi terpadu dalam jangka panjang, diperlukan informasi-informasi
tentang sistem kelembagaan di daerah sebagai berikut:
·
Lembaga-lembaga MasyarakatMisalnya: organisasi-organisasi keagamaan,
organ isasi-organisasi sosial, kelompok-kelornpok masyarakat, clan sebagainya.
·
Struktur Ekonomi. Organisasi-organisasi dengan fokus daerah, misalnya:
Kadinda, asosiasi-asosiasi kelompok usaha, organisasi pekerja(serikat pekerja),
perusahaan-perusahaan yang berada di daerah tersebut, lembaga-lembaga
pembangunan pemerintah, dan sebagainya.
·
Lembaga-lembaga Politik. Pemerintah daerah merupakan kunci keberhasilan
pembangunan ekonomi daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah dam semua
jajarannya harus mempunyai kapasitas yang tinggi untuk menjadi partisipan yang
penuh dalam proses pembangunan daerah.
·
Lembaga-lembaga Keuangan. Misalnya: Bank, perusahaan asuransi,
perusahaan-perusahaan di daerah tersebut, lembaga-lembaga modalventura (venture
capital), lembaga-lembaga yang membantu pengembangan industri dan pengusaha kecil, clan sebagainya.
·
Lembaga-lembaga Pendidikan dan Pelatihan. Pendidikan, terutama
pendidikan tinggi, merupakan sumberdaya utama dalam pembangunan ekonomi.
Lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan akan mampu menyediakan sumberdaya
manusia yang terlatih dan keahlian-keahlian di bidang penelitian dan
pengembangan bagi program pembangunan ekonomi.
Dalam pembahasan
ekonomi, hubungan yang sinkron antara lembaga-lembaga di atas sama pentingnya
dengan keberadaannya. Hubungan kerjayang baik antara lembaga-lembaga tersebut
sangat diperlukan karena masing-masing mempunyai peranan dalam proses
pembangunan ekonomi dan penciptaan kesempatan kerja di daerah.
RANCANGAN KERANGKA
EKONOMI DAN
KEBIJAKAN
KEUANGAN DAERAH
Kerangka
ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang
telah dicapai pada tahun 2012 dan perkiraan tahun 2013 serta prospek perekonomian daerah pada tahun
2014 berdasarkan berbagai langkah
kebijakan yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan
pembangunan.
3.1 Arah
Kebijakan Ekonomi Daerah
Berdasarkan
analisis terhadap indikator makro
ekonomi Kabupaten Lebak serta memperhatikan kondisi ekonomi global,
nasional dan regional, maka
prioritas pembangunan
perekonomian Kabupaten Lebak
diarahkan pada beberapa sektor
yang memberikan kontribusi dominan
terhadap PDRB, yaitu sektor pertanian, Perdagangan, hotel dan
restoran, serta sektor jasa. Selain itu
pembangunan perekonomian juga diarahkan kepada sektor KUKM yang memiliki
prospek baik serta tahan terhadap
guncangan ekonomi. Sedangkan sektor
lainnya berperan sebagai pendukung.
Secara umum
kebijakan ekonomi daerah tahun 2014 , akan tetap diarahkan untuk:
1.Melanjutkan
upaya peningkatan kualitas dan pertumbuhan ekonomi agar mampu memecahkan
masalah – masalah sosial mendasar;
2.Mengembangkan
dan meningkatkan kualitas sarana dan prasarana ekonomi daerah untuk mengurangi
ketimpangan wilayah dan sekaligus mendorong potensi ekonomi perdesaan;
3. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam
pembangunan melalui peningkatan kapasitas kelembagaan sosial dan ekonomi.
Sedangkan
untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi akan lebih menitikberatkan pada
peningkatan investasi di sektor swasta /
masyarakat melalui langkah – langkah strategis seperti menjaga iklim yang
kondusif dalam berinvestasi, menyederhanakan prosedur perizinan, meningkatkan
kepastian hukum dan penyediaan infrastruktur.
3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2012 dan
Perkiraan Tahun 2013
Tingkat
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lebak tahun 2012 sebesar 6,69% lebih tinggi
dibandingkan capaian tahun 2011
yang tumbuh sebesar 6,44%. Pertumbuhan
ekonomi ini diiringi dengan
penurunan inflasi dari 5,01%
di tahun 2010 menjadi 3,90%
di tahun 2011. Di sisi lain tingkat pengangguran terbuka Kabupaten Lebak tahun 2011 sebesar 13,35% lebih tinggi daripada tingkat pengangguran
terbuka nasional sebesar 6,56%.
Kondisi
ekonomi daerah tahun 2012 dan perkiraan tahun 2013 dapat dilihat dari beberapa indikator makro
di bawah ini:
1. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)
Laju
Pertumbuhan Ekonomi (LPE) merupakan indikator kemajuan perekonomian daerah.
Pada tahun 2012, LPE Kabupaten Lebak sebesar 6,69% berada
di atas LPE Provinsi sebesar 6,5%.
Tingginya LPE Kabupaten
Lebak dipengaruhi oleh pertumbuhan yang
signifikan pada sektor Industri Pengolahan,
sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
serta sektor Pengangkutan dan Komunikasi. Apabila dibandingkan dengan tahun
2011, LPE Kabupaten Lebak tetapmengalami
peningkatan sebesar 3,88%. Pada tahun 2011, sektor Pertambangan dan Penggalian
merupakan sektor yang paling dominan memberikan konstribusi
pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Lebak, disusul oleh sektor Pengangkutan dan Komunikasi
berikutnya Perdagangan, Hotel dan Restoran serta sektor Jasa-jasa.
Seiring
dengan pemulihan ekonomi dunia serta upaya Pemerintah Daerah yang terus
melakukan perbaikan infrastruktur, diharapkan dapat berdampak pada peningkatan
investasi di Kabupaten Lebak. Sehingga
pada tahun 2013 LPE diperkirakan akan
mengalami kenaikan menjadi .......%.
Perkembangan LPE Kabupaten Lebak dan LPE Banten dari tahun 2008 hingga tahun
2011 serta perkiraan tahun 2012 tercantum dalam grafik 3.1 di atas.
2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Laju
pertumbuhan ekonomi daerah didorong oleh
perkembangan PDRB yang juga terus
meningkat. Sehingga peningkatan PDRB berdampak terhadap meningkatnya daya beli
masyarakat, terbukanya kesempatan kerja, berkurangnya jumlah penduduk miskin,
membaiknya ketahanan pangan masyarakat
dan meningkatnya pendapatan per kapita.
Pada tahun 2011 PDRB Kabupaten Lebak Atas Dasar
Harga Berlaku mencapai Rp.8.460.023,06 juta, meningkat sebesar 8,83%
dari tahun sebelumnya. Kontribusi terbesar masih didominasi oleh sektor
pertania n sebesar 33,67%, perdagangan, hotel dan restoran sebesar 26,44%.
Pada
tahun 2012 diperkirakan PDRB Kabupaten Lebak Atas Dasar Harga Berlaku akan mencapai Rp. 9.109.031,01 juta
atau meningkat sebesar 7,67% dari tahun
sebelumnya dengan kontribusi paling dominan masih pada sektor pertanian,
perdagangan,
hotel dan restoran. Gambaran perkembangan nilai PDRB Kabupaten Lebak dari tahun
2008 sampai dengan tahun 2011 serta perkiraaan tahun 2012 tampak pada grafik
3.2 di atas.
3. Kinerja Sektor Perekonomian Daerah
Kinerja
perekonomian Kabupaten Lebak tahun
2011 tergambarkan dari Produk Domestik
Regional Bruto atas dasar harga konstan, mengalami pertumbuhan menjadi
4.209.766 (juta) dari tahun 2010 yang
sebesar 4.019.538 (juta). Sementara jika dilihat dari lapangan usaha, seluruh sektor ekonomi mengalami pertumbuhan yang positif.
Sektor
pertanian memberikan kontribusi tertinggi yakni sebesar 37,51%, berikutnya sektor Perdagangan, Hotel
dan Restoran sebesar 23,83% dan
tertinggi ketiga adalah sektor jasa-jasa, sebesar 12,92%. Sedangkan paling kecil adalah sektor LGA (listrik, gas, dan air bersih) sebesar
0,40%. Sektor Industri Pengolahan sebesar
9,16%, Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 6,26%, Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan sebesar 4,34%, Bangunan dan
Konstruksi sebesar 4,23%, Pertambangan dan Penggalian sebesar 1,34%.
4. Pendapatan per-kapita (PDRB per kapita)
Pendapatan
per kapita masyarakat Kabupaten sejak tahun 2009 –
2011 meningkat sejalan dengan
laju pertumbuhan ekonomi. Perkembangan
nilai PDRB Per Kapita tahun 2009-2011 dan perkiraan tahun 2012 tercantum dalam
grafik berikut ini :
PDRB
per kapita Atas Dasar Harga Berlaku
masyarakat Kabupaten Lebak, dari tahun 2010 ke tahun 2011 meningkat sebesar
5,74% dan ditargetkan pada tahun 2012 akan meningkat sebesar 10,21%. Kenaikan
PDRB per kapita tahun 2011 diiringi oleh kenaikan tingkat
inflasi sebesar 2,99% dari tahun 2010 sebesar 2,56% menjadi 5,55% di tahun
2011. Tingkat kenaikan inflasi tahun 2011 masih lebih rendah daripada tingkat
kenaikan PDRB per kapita sehingga dapat diartikan bahwa terjadi peningkatan kemakmuran masyarakat diKabupaten Lebak.
3.1.2
Tantangan dan Prospek Perekonomian Daerah Tahun 2013
Berbagai
tantangan yang akan dihadapi Kabupaten Lebak di tahun 2013 tentunya tidak terlepas dari perekonomian
nasional yang masih akan dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu pengelolaan
arus modal (capital inflow) dan nilai tukar (exchange rate) sehingga
harga-harga komoditas terus merangkak naik. Selain itu adanya pasar bebas akan
menyebabkan semakin beratnya industri kecil di Kabupaten Lebak dalam melakukan
persaingan di duniausaha. Persaingan ini tidak hanya dalam
hal p roduk tapi juga menyangkut SDM.
Tingkat pengangguran dan kemiskinan yang masih cukup tinggi juga akan
terus mewarnai tantangan perekonomian Kabupaten Lebak di tahun 2013.
Gambaran
ekonomi Kabupaten Lebak tahun 2013 tidak
akan terlepas dari pengaruh perkembangan perekonomian nasional. Perekonomian
nasional dalam hal ini juga dipengaruhi oleh lingkungan global. Setelah
mengalami resesi global sejak
pertengahan tahun 2008, tanda -tanda pemulihan ekonomi dunia telah mulai
terlihat sejak akhir 2009 hingga akhir
2011. Kondisi tersebut secara langsung
ataupun tidak langsung akan turut mempengaruhi
perekonomian Kabupaten Lebak. Sehingga diharapkan pada tahun
2013perekonomian Kabupaten Lebak diperkirakan akan lebih baik dengan pertumbuhan
sebesar 4,28%.
3.2 Arah
Kebijakan Keuangan Daerah
Keuangan daerah harus dikelola secara tertib,
efisien, ekonomis, efektif, transparan,
dan bertanggungjawab serta taat pada peraturan perundang-undangan dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Jaminan terhadap pengelolaan
keuangan daerah yang sesuai dengan kaidah tersebut dapat dicapai lewat
perumusan arah kebijakan yang tepat dengan mempertimbangkan kondisi
perekonomian daerah, kapasitas fiskal daerah, serta tujuan pembangunan daerah.
Arah kebijakan keuangan yang dimaksud h arus terintegrasi sehingga arah
kebijakan di bidang pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah
akan selaras serta menjadi satu kesatuan fungsi dalam
pengelolaan keuangan daerah.
Arah
kebijakan keuangan daerah dibangun lewat asumsi dasar perekonomian daerah
serta mempertimbangkan kemampuan daerah
sehingga nantinya akan menghasilkan kerangka pendanaan yang tepat untuk
pembangunan daerah. Adapun asumsi dasar perekonomian daerah Kabupaten Lebak
adalah sebagai berikut :
3.2.1. Arah
Kebijakan Pendapatan Daerah
Untuk keperluan
perumusan kebijakan keuangan daerah di bidang pendapatan daerah, maka
trend pendapatan daerah dalam tujuh tahun terakhir dapat dijadikan rujukan bagi
penentuan kemampuan daerah dalam hal pendanaan pembangunan daerah. Sebagaimana
terlihat pada gambar di bawah ini, pendapatan Kabupaten Lebak cenderung
meningkat dari tahun ke tahun meskipun tingkat ketergantungan akan pendanaan
dari Pemerintah Pusat masih besar.
Bila memperhatikan
kecenderungan realisasi pendapatan
daerah sejak tahun
2007hingga tahun 2012 terlihat
bahwa total pendapatan daerah
selalu mengalami peningkatan, meskipun percepatannya sedikit menurun pada
periode tahun 2008-2009 akibat krisis moneter global. Seiring dengan membaiknya
perekonomian global maupun
regional, pada tahun 2013Pemerintah
Kabupaten Lebak telah menetapkan target pendapatan sebesar1,395Triliun Rupiah
lebih, mengingat pada tahun sebelumnya realisasi pendapatan daerah telah
menembus angka 1,292 Triliun Rupiah lebih.
Dengan
dukungan pemutakhiran database objek pajak daerah dan retribusi
daerah, serta perbaikan manajerial dalam pemungutan pajak daerah dan retribusi
daerah, diperkirakan pada tahun 2014 pendapatan daerah Kabupaten Lebak
akan mencapai 1, 417Triliun rupiah lebih atau meningkat 1,61% dari penetapan
target pendapatan daerah di tahun 2013. Selengkapnya mengenai perkembangan
realisasi pendapatan daerah tahun 20 11-2012dan target pendapatan daerah di
tahun 2013 dan 2014 dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut.
Mengacu
pada proyeksi pendapatan daerah untuk tahun 2014,
maka arah kebijakan keuangan
daerah di bidang pendapatan daerah di arahkan pada :
1. Peningkatanperan kelembagaan dan sistem operasional pemungutan
pendapatan daerah dengan dukungan database yang mutakhir.
2. Peningkatan
pendapatan daerah melalui upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pajak daerah
dan retribusi daerah.
3. Peningkatan
koordinasi di bidang pendapatan daerah dengan SKPD pengelola pendapatan daerah,
dan Pemerintah Pusat.
4. Peningkatan kinerja
Tim Optimalisasi Pendapatan Daerah, khususnya dari komponen pajak daerah
dan retribusi daerah.
5. Pelaksanaan alih
kelola pemungutan PBB perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) oleh Pemerintah Kabupaten Lebak.
6. Peningkatan
kemampuan manajerial Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) dalam upaya peningkatan kontribusi terhadap pendapatan
daerah.
7. Peningkatan pelayanan
dan perlindungan masyarakat
sebagai upaya meningkatkankesadaran masyarakat dalam
membayar pajak dan retribusi daerah.
8. Peningkatan
pengelolaan aset dan keuangan daerah.
3.2.2. Arah
Kebijakan Belanja Daerah
Untuk meningkatkan
akuntabilitas perencanaan anggaran
serta menjamin efektivitasdan efisiensi
serta transparansi
penggunaan anggaran, b elanja
daerah tahun 2014dirumuskan dengan
pendekatan kinerja (performance-based budgeting)
yang berorientasipada pencapaian
hasil dari input yang direncanakan dengan memperhatikan prestasi kerjasetiap Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
dalam pelaksanaan tugas
pokok danfungsinya.
Merujuk
pada kinerja belanja daerah dalam enam
tahun terakhir yang selalu mamputerserap di atas 90% (sebagaimana terlihat
pada gambar di atas), maka kebijakan
belanjadaerah tahun 2014tetapdiarahkanuntukmendukungpencapaian
target MDG’s dengan fokus pada bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi yang
didukung oleh ketersediaan infrastruktur. Namun mengingat pendanaan yang
relatif te rbatas, maka akan ditempuh
upayapengaturan pola pembelanjaan yang proporsional, efisien dan efektif
melalui:
1. Peningkatan
program-program yang berorientasi pada masyarakat dan berupaya
melaksanakan realisasi belanja daerah
tepat waktu dengan
mendorong proses penetapan Peraturan Daerah tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)secara tepat waktu pula.
2. Penerapan
pola penganggaran yang berbasis
kinerja dengan pendekatan
pembangunanberkelanjutan yang disertai sistem pelaporan yang transparan
dan akuntabel.
3. Pengalokasian
anggaran urusan pendidikan
sebesar 20% dari total belanja
daerah tahun 2014 dalam rangka
pencapaian target indeks pendidikan .
4. Peningkatan
alokasi anggaran untuk
urusan kesehatan guna
meningkatkan kualitas
danaksesibilitas pelayanan dasar kesehatan dalam rangka peningkatan
indeks kesehatan.
5. Mengalokasikan kebutuhan
belanja fixed cost, regular
cost, dan variable cost
secaraterukur dan terarah, yaitu:
a. Pemenuhan kenaikan gaji dan tunjangan pegawai
(PNS) sebesar 5% (kebijakan pusat) dengan acress 0,5%;
b. Pemenuhan kebutuhan dasar dalam menjamin
keberlangsungan operasional kantor (biaya listrik, telepon, air bersih,
internet, BBM, dan servis mobil);
c. Pengalokasian kebutuhan belanja kegiatan yang
bersifat rutin sebagai pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi SKPD, yang meliputi kegiatan koordinasi, fasilitasi,
konsultasi, sosialisasi, perencanaan, serta pengendalian dan evaluasi.
d. Pengalokasian
kebutuhan belanja kegiatan
yang mendukung program-program pembangunan yang menjadi prioritas
dan unggulan SKPD, program/ kegiatan yang telah menjadi komitmen
Pemerintah Kabupaten Lebak (committed budget).
6. Peningkatan
alokasi anggaran bidang
ekonomi yang makin
diorientasikan bagipeningkatan
kesejahteraan masyarakat.
7. Penggunaan
anggaran yang terukur dan berbasis
pada prioritas pembangunan
daerahguna mendukung pencapaian
visi dan misi
Pemerintah Kabupaten Lebak, serta target/sasaran strategis Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Lebak Tahun 2009-2014
8. Peningkatan efektifitas belanja bantuan
keuangan dan bagi hasil kepada pemerintah desa.
9. Peningkatan efektifitas, efisiensi,
transparansi dan akuntabilitas belanja hibah dan bantuan sosial sebagaimana
amanat peraturan perundang-undangan.
10.
Pengalokasian anggaran yang cermat dan tepat, serta peningkatan efektifitas,
transparansi dan akuntabiltas Belanja Tidak Terduga terkait dengan penanganan
bencana yang sering terjadi di Kabupaten Lebak.
Mengacu
pada arah kebijakan belanja daerah dan kemampuan daerah dalam mendanai
pembangunan daerah, serta kecenderungan belanja tujuh tahun terakhir,
diperkirakan belanja daerah pada tahun 2014 akan mencapai 1,491 Triliun Rupiah lebih dengan rincian 835,087
Miliar Rupiah lebih untuk Belanja Tidak Langsung (BTL) dan 656,677 Miliar Rupiah lebih untuk Belanja Langsung.
Dari angka ini terlihat bahwa pendanaan riil untuk pembangunan hanya akan berkisar di angka 60 0 Miliar
Rupiah mengingat sekitar 56 Miliar
Rupiah akan digunakan untuk Program Administrasi Perkantoran yang merupakan
kegiatan rutin operasional SKPD. Oleh karena itu, penentuan prioritas
pembangunan akan memegang peran penting dalam keberhasilan pembangunan daerah
di tahun 2014 nanti sehingga capaian
kinerjanya akan mampu memenuhi amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD).
3.2.3. Arah
Kebijakan Pembiayaan Daerah
Dalam struktur
APBD, di samping komponen pendapatan
dan belanja daerah, jugamencakup pembiayaan daerah yang
meliputi sumber penerimaan daerah dan pengeluarandaerah. Kebijakan
pembiayaan timbul karena
jumlah pengeluaran daerah
lebih besar daripenerimaan sehingga
menimbulkan defisit. Sumber
penerimaan daerah berasal
dari sisalebih perhitungan
anggaran tahun lalu, transfer dari dana
cadangan daerah (DCD),
penerimaan pinjaman dan
obligasi, serta hasil penjualan
asset daerah yang
dipisahkan.Sedangkan sumber pengeluaran
daerah terdiri dari transfer ke dana
cadangan, penyertaan modal, pembayaran
hutang pokok yang jatuh
tempo dan sisa
lebihperhitungan anggaran tahun
berjalan.
Pada
tahun 2014, struktur pembiayaan
daerah untuk sumber
penerimaan tidak hanya berasal
dari sisa lebih
perhitungan anggaran tahun
lalu saja, namun diupayakanuntuk mendapatkan
sumber-sumber lain seperti
telah disebutkan di atas. Sisa
lebih perhitungan anggaran tahun lalu diperkirakan berasal dari sisa penyerapan
belanja (retensi dan efisiensi belanja) sebesar
10% dari belanja daerah di tahun 2013, dengan asumsi tidak akan terjadi
pelampauan target pendapatan tahun 2013. Sementara untuk pengeluaran pembiayaan
direncanakan dalam bentuk penyertaan modal kepada PDAM sebesar 1,5 Miliar
rupiah.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
terima kasih banyak artikelnya keren . sangat mendukung dalam pembuatan artikel saya yang berjudul teori kontribusi pendapatan menurt para ahli dalam blog tipepedia
BalasHapuskeren banget artikelnya. bisa dijadikan refrensi penulisan artikel yang berjudul teori kelembagaan menurut pendapat para ahli dalam blog tipepedia
BalasHapus